Polda Metro Jaya tak akan menoleransi rencana aksi unjuk rasa di jalanan pada 11 Februari mendatang. Alasannya, satuan wilayah kepolisian pimpinan Irjen M Iriawan itu tak mau ambil risiko di masa tenang jelang pemungutan suara pilkada pada 15 Fabruari.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, polisi punya kewenangan bertindak represif terhadap pelaku aksi. Kewenangan itu merujuk pada Pasal 15 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum.
Pasal itu memberi kewenangan kepada polisi untuk membubarkan aksi unjuk rasa yang menyalahi aturan. “Kalau masih tetap juga bisa kami kenakan Pasal 16 (sanksi, red). Kami bisa memberikan sanksi,” kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (8/2).
Tapi jika mau menggelar aksi dengan alasan membela ulama dan agama, kata Argo, maka hal itu bisa dilakukan di dalam masjid. Aksinya bukan dalam bentuk fisik, tetapi seperti berdoa atau menyampaikan ceramah agama.
"Kalau salat di masjid silakan. Tapi kalau turun ke jalan tidak diizinkan karena mengganggu ketertiban umum," kata Argo.
Karenanya Polda Metro Jaya juga berkoordinasi dengan pihak lain termasuk lembaga penyelenggara pilkada. “Tentunya kami dari Polda Metro Jaya sudah berkoordinasi dengan KPUD, Panwaslu, TNI dan Plt Gubermur bahwa 11 Februari tidak dizinkan untuk turun ke jalan,” katanya.[jpnn]